HUJAN MENGHILANGKAN PERMUKAAN AIR LAUT NAIK


Tim ilmuan yang dibentuk Kementerian Lingkungan Hidup yang dipimpin oleh  Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D. dengan para anggota: Dr. Tri Wahyu Hadi (Ahli Sains Atmosfer), Dr. Ibnu Sofyan (Ahli Klimatolog Laut), Dr. Hamzah Latief (Ahli Kelautan), Dr. Osman Abdurrahman (Ahli Sumber Daya Air), Dr. Halil (Ahli Pertanian) memaparkan hasil kajiannya pada 10 Agustus di Jakarta

Tim Ilmuan yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk meneliti dampak perubahan iklim di Pulau Lombok telah merampungkan tugasnya. Dalam pemaparan “Hasil Kajian Resiko dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat,” 10 Agustus di Jakarta tim ahli pimpinan Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D menjelaskan beberapa fenomena alam yang terjadi tidak sebagaimana biasanya yang terkait dengan perubahan iklim. Salah satu diantaranya, pola musim hujan yang kian sporadis serta perbedaan kenaikan permukaan air laut. 

Menurut Djoko Santoso, telah  mempelajari data curah hujan, temperatur lingkungan, dan tinggi permukaan laut di Pulau Lombok selama 30 tahun terakhir. Data dan informasi itu diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dinas Pengairan Pekerjaan Umum Nusa Tenggara Barat, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Selaparang (Ampenan), dan data perubahan iklim yang direkam 
Intergovemmental Panel on Climate Change, bagian dari World Meteorological Organization.

Mengenai temuan penelitian, Ahli Sains Atmosfer Tri Wahyu Hadi mengatakan ada beberaa hal yang menarik mengenai  perubahan musim di pulau ini. Pada peta curah hujan tahunan yang dibuat pada  awal 1900-an terlihat  Pulau Lombok berada di perbatasan antara daerah yang relatif basah dan relatif kering. Artinya, pulau ini merupakan wilayah yang sensitif terhadap perubahan iklim. Buktinya, pada Januari 2007 terjadi kekeringan parah di Pulau Lombok dan Sumbawa, sehingga mengakibatkan gagal panen. Padahal seharusnya pada bulan itu masuk musim hujan karena pada Desember 2006 curah hujan cukup tinggi.

"Hujan tiba-tiba menghilang dan muncul lagi pada Februari 2007," ujar Tri. Di Pulau Lombok, perubahan arah aliran udara lintas ekuator ini menyebabkan terjadinya musim hujan pada bulan Desember-Januari-Februari dan musim kemarau pada bulan Juni-Juli-Agustus, sedangkan bulan-bulan lain merupakan periode transisi alias pancaroba.  Fenomena iklim ini hampir tidak pernah terjadi sepanjang periode 1961-1990. Pada masa itu, curah hujan Januari berkisar 300 milimeter dan terus menurun menjadi 175 milimeter pada periode 1991-2007, kemudian hilang sama sekali saat ini.
Naiknya Permukaan Air Laut
Mengenai kenaikan permukaan air laut, Ahli Klimatolog Laut   Dr. Ibnu Sofyan, yang menjadi Peneliti pada  Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, menjelaskan  bahwa  di Lombok bagian Utara kenaikan permukaan air laut  sekitar 6 mm per tahun, sedangkan di selatan 4 mm per tahun. Perbedaan ini tentu menunjukkan pula perbedaan tingkat kerentanannya, dan terutama risikonya. Di daerah lain, risikonya semakin berbeda, dipengaruhi kecepatan kenaikan, pola arus, sedimentasi di garis pantai, dan kuat lemahnya gelombang.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa menurut para  ahli
 oseanografi global warming juga berkaitan erat dengan semakin tingginya frekuensi El Nino dan La Nina. Frekuensi terjadinya dua musim ekstrem itu mulai meningkat pada 1970 sampai sekarang. Padahal biasanya baik El Nino maupun La Nina terjadi dalam rentang 2-7 tahun sekali.

Karena dikelilingi lautan, Pulau Lombok sangat rentan terhadap pengaruh kenaikan tinggi air laut. Terutama terhadap bahaya banjir atau rob, sedimentasi, dan erosi. Ibnu memperkirakan, pada 2030, tinggi permukaan air laut di pantau utara dan selatan Pulau Lombok mencapai 10,5-24 sentimeter dan akan meningkat menjadi 28-55 sentimeter pada 2080. Kenaikan tinggi permukaan air laut ini, menurut dia, meningkatkan risiko erosi, perubahan garis pantai, dan mereduksi daerah 
wetland di sepanjang pantai. “Hasil kajian ini telah di diadopsi dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Nusa Tenggara Barat,” keta pimpinan Tim Ilmuan Djoko Santoso Abdi Suroso. (Paulus Londo)

Sumber:
Asdep Edukom
Share |

Artikel Terkait:

 
Copyright © 2011 From P-MEN

Regards for World and for Green My World

Ant Activist With Love for All